Tunduk, terdiam, dan tertegun. Sesak sekali. Menghantam tepat pada titik paling rawan. Ya, aku memang salah. Sadar. Tapi kemudian kalah pada bisikan yang dihembuskan setan. Kalah pada nafsu yang seharusnya dilawan. Sungguh kusadari bagaimana cara Dia menjagaku. Apik, rapih dan tanpa cela. Sama sekali Dia tidak menampakkan keburukanku di depan siapapun. Dia menutupinya dengan sempurna. Mengingatkanku lewat banyak orang yang ada di sekitarku. Mengingatkanku dengan perbincangan dan pembicaraan yang aku tau Dia inginkan aku mendengarnya. Dia yang paling tahu bahwa aku mengetahuinya tapi Dia tahu aku mungkin lupa dan butuh diingatkan. Dia menjagaku dengan menempatkanku pada forum-forum dan lingkungan yang aku yakin Dia yang mengaturnya. Hanya untukku. Untuk kebaikanku.

Betapa Dia tetap menjagaku dengan sebaik-baik penjagaan meskipun bukan hanya sekali aku mebuatNya cemburu. MengabaikanNya, tidak mendahulukanNya diatas yang lain. Kemudian Dia dengan kasih sayang-Nya tetap menjagaku.

PadaNya aku berharap penjagaan terbaik. Menyerahkan takdir kehidupan dalam genggaman-Nya dengan kepasrahan mutlak setelah usaha terbaik yang mampu dilakukan. Siapa lagi yang lebih baik penjagannya selain-Nya? Manalah skenario terbaik jika bukan milik-Nya?

Yogyakarta, 18 Agustus 2013

diantara catatan lama dengan sedikit perubahan
dan benarlah, pada amanah itu terdapat pemuliaan sekaligus pembebanan