Archive for Februari 2013

Belajar Merawat Indonesia


Sungguh perjalanan ini sangat melelahkan. Tetapi Kawan, entah mengapa kita pilih jalan ini. aku pun sempat bertanya kepada diriku mengapa jalan ini yang kupilih. Bahkan orang-orang di sekitar kita pun tidak menghargai, tetapi masih saja kita terus tetap berada di jalan ini.

Banyak yang berkata ini hanyalah pelarian dari akademik kita yang buruk. Atau banyak yang berkata ini adalah manuver agar kita dapat terkenal dengan cepat. Atau yang lebih menyakitkan lagi banyak yang berkata bahwa kita hanyalah sekelompok orang-orang yang kurang kerjaan.

Mereka tidak tahu kalau kita berjuang untuk nilai akademik sembari harus memikirkan program-program kerja yang telah disusun, mengerjakan tugas-tugas di sepinya malam, berselimutkan bintang temaram yang menentramkan hati, dan tidur bersama senandung nyanyian malam.

Kawan, bekerja disaat yang lain terlelap, bersemangat di saat yang lain mengeluh. Berteriak di saat yang lain diam, dan berlari di saat yang lain berjalan. Angkuhnya kita sering bersuara bahwa jalan inilah yang membutuhkan kita. Namun ternyata Kawan, kitalah yang sebenarnya membutuhkan jalan perjuangan ini. Untuk mencari ridho-Nya. Kitalah yang memerlukan jalan ini untuk merasakan anginnya berjuang... Belajar Merawat Indonesia

-dikutip dari buku Belajar Merawat Indonesia-

gambar: 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUCEJftFMaqwUMEU4aR9lXnRoHESqZRvQOEpuplRH3e3sXl5t24dVYMXFa1FxD6AnpoW9n6LWt0vdgZ-RMnE1_wWSv5ksnJNJoCm4MY5l4MLNLVcrZ2Pzsf2aGrgSHd-EMlpM59I-GAnA/s1600/whatever+love+indonesia.jpg

Persil (1)


Hujan masih belum selesai menghantarkan butiran airnya kembali ke bumi. Seolah ingin mengusir pergi semua mendung yang menutupi langit. Suara guntur masih sesekali terdengar bersama kilat yang sejenak menjadikan langit yang pekat menjadi benderang. Gadis itu menatap kaca jendela dengan mata yang berkaca-kaca. Bukan karena hujan yang tak kunjung berhenti tetapi karena sesak yang tak lagi kuasa ditahan.
                “Pergilah” katanya dengan senyuman walaupun hatinya menangis kepada matahari yang sempat terbit dengan cerahnya.
                “Aku yakin kamu akan kembali terbit pada saatnya” tambahnya lagi. Matanya sudah mulai memanas menahan tangis ketika mengucapkannya.
                Perpisahan ternyata tak semudah yang ia bayangkan. Sesak itu terasa sangat menyiksa dan ia tak kuasa mengusirnya. Air mata yang akhirnya jatuh itu menjadi bukti seberapa besar perjuangannya menahan sesak itu. Satu hal yang menjadikannya kuat, ia percaya kepada matahari.
                “Kembalilah bersinar terang, di sini atau di tempat lain. Selama kamu bersinar dan berharga untuk sekelilingmu aku bahagia. Aku menunggu datangnya waktu itu dan akan tetap menunggu karena aku percaya kamu akan bersinar kembali” itu suara hatinya untuk matahari. Dan dia tersenyum dengan sangat manis ketika membayangkannya. Tersenyum kepada sesak yang akan sering menemaninya.
sekalipun kehidupan tidak selalu menyenangkan, selalu ada alasan dan kesempatan untuk tetap tersenyum :)

gambar : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7oZiAcwlxxPqkqmAWl6J3kX2t1rMVcK7sSBvRve1-PJDaK_Uxie6Fhgx31aYWUgUnmG3AeUhT36J8huWlyR6GZDfaV-LhjhmUgZZa3O1lT7QblEJvJmKIMSkpQzW3fywZYxX8tbgWQN4/s1600/sunshine-with-god-grace-wallpaper.jpg

Diberdayakan oleh Blogger.

Social Icons

:)

Social Icons

Cari Blog Ini

Featured Posts