Saya terjebak dalam cerita yang saya mulai sendiri. Saya selalu membiarkanmu mengacaukan kata-kata yang sudah saya urutkan, membiarkanmu memenggal kepala huruf-huruf yang sudah berbaris rapi itu. Saya pun menikmati setiap cara yang saya lakukan untuk merangkainya kembali, lalu menyusunnya menjadi mozaik baru yang kamu suka.Ini tentangmu, percayalah. Bagian mana dari dirimu yang tidak saya tahu? Taka da satu celahpun yang terlewat. Setiap potongan kehidupanmu adalah gambaran paling jelas yang tersimpan dalam benak saya. Setiap langkahmu adalah jejak tanpa putus yang tercetak di atas peta saya.-Tyas Effendi dalam Dance for Two-
Salah satu novel yang bisa membuat saya tidak berpaling dan bertahan
untuk tetap membacanya. Bukan sekedar karena ceritanya. Tapi cara menuliskan
dan menuturkan ceritanya begitu mengalir dan dapat saya nikmati. Secara
keseluruhan cerita saya menikmatinya. Baik dari penokohan, alur dan juga latar
yang digambarkan dalam cerita tersebut. Walaupun ada beberapa hal yang saya
rasa belum terlalu terasa atau kurang tajam penggambarannya. Seperti latar
Yogyakarta yang menjadi tempat pertemuan Satya dan Albizia. Entah, bagi saya
rasanya latarnya masih tergambar seperti ada di luar negeri. Selain itu cerita
tentang Ni Luh yang menurut saya diceritakan tanggung. Karena saya bahkan tidak
paham apa yang membuat Albizia sebegitu susahnya melupakan Ni Luh yang sudah
meninggal. Bagian itu tidak terceritakan sama sekali. Bagaimanapun juga saya
suka latar Kopenhagen dengan danaunya. Dengan angsa yang bermain-main di sana.
Dalam bayangan saya itu cantik sekali. Cerita perjalanan Satya menuangkan
kehidupannya dalam novel diceritakan dengan sangat manis. Semanis rencana Tuhan
yang kemudian memberikan apa yang diyakini Satya sedari awal tidak sia-sia.
Penantian panjang yang sempat pupus diganjar pertemuan idah di akhir. Akhir
yang tidak mengecewakan bagi saya yang tidak suka cerita yang berakhir
menyedihkan. Karena bagi saya, jika akhirnya belum membahagiakan maka itu
bukanlah akhir.
Pojok Ruang Imajinasi,
Jogja, 12 Januari 2014
12.47
Posted by Syarofina in bacaan, buku
Diberdayakan oleh Blogger.
Social Icons
:)
Social Icons
Cari Blog Ini
-
Satu untuk Semua. Semua untuk Satu. Slogan itu sudah sering terdengar. Kalimat itu tidak asing dan barangkali sudah familiar dalam k...
-
Aku memang memiliki dua mata tetapi aku tidak bisa selalu memandang dan memperhatikanmu Aku memiliki dua telinga tetapi aku tidak bisa sela...
-
bergerak,,, bergerak itu bangkit ketika yang lain terlelap bergerak itu memulai ketika yang lain hanya diam bergerak itu peduli ket...
-
Bukan tentang jarak yang tercipta Bukan tentang tempat yang berbeda Bukan pula tentang waktu yang berjeda Ini hanya tentang cerita Ujungnya ...
-
@syarofina hohoho.. sip2.. semangat mbaaak! yang diomongin ke aku juga jangan cuman ngomong doang yaa! :p Sebaris kalimat yang sebenarnya...
-
Terdetik dalam pikiran Terdiam dalam keheningan Terlintas semua angan kenangan Bersama setiap untaian yang kemudian terburai Lepas ...
-
Ketika diniatkan karena Alloh insyaAlloh tidak akan ada kata menyesal Ketika diniatkan karena Alloh tentunya tidak ada kata malas dan...
-
Semester empat belum genap sebulan berjalan. Kembali merasakan rutinitas yang entah bagaimana aku harus mendeskripsikan. Yang jelas semest...
-
September ini seperti September sebelumnya terasa istimewa dan salah satunya karenamu. Ya, karena tepat 10 tahun yang lalu Allah mengijink...
-
Tidak banyak waktu yang tersisa di penghujung 2014 ini. Bilangan angka yang terlewati dalam hidupa bahkan telah berubah 23 hari yang lalu. ...