Seorang Bocah di Perempatan
“Mbak boleh ikut sampai UIN?”  Kalimat itu muncul dari mulut seorang bocah yang menyapaku di perempatan gejayan. Aku cukup terkejut awalnya dan pada akhirnya merasa bersalah karena sebelumnya aku telah berburuk sangka padanya dengan mengira dia akan meminta uang dariku. Ini prasangka burukku yang pertama padanya. Aku menyanggupi permintaannya. Toh, jalan yang akan aku lewati memang melalui daerah tersebut. Apa salahnya jika aku memberinya tumpangan. Aku tidak akan kehilangan apapun, pikirku.
Aduh, tidakkah dia berniat jahat kepadaku? Tasku ada dibelakan punggungku dan dompetku berada di dalamnya. Berbagai kemungkinan berseliweran dalam pikiranku. InsyaAlloh  dia tidak berniat buruk, akhirnya kalimat itu kukatakan pada diriku sendiri. Aku yakin Alloh tidak akan menyia-nyiakan orang yang berniat baik.
Aku sempat berpikiran, seandainya aku ada di posisinya mungkin akulah yang akan merasa khawatir kepada orang yang membawaku. Akankah aku diantar sampai tempat yang kuminta atau malah dia akan membawaku pergi dan berniat jahat kepadaku. Tenyata aku telah berbuat jahat kepadanya walaupun mungkin dia tidak menyadarinya. Aku telah berburuk sangka padanya. Padahal dia hanyalah seorang bocah. Anak kecil yang dari segi kekuatanpun kalah dariku. Ini adalah prasangkaku yang kedua.
Aku tidak tahan hanya diam sepanjang perjalananku yang singkat dengan bocah itu. Dan inilah sedikit percakapan yang semapat kulakukan dengannya.
Aku (A) : tadi kesananya naik apa?
Bocah (B): jalan kaki
A : ngapain dik disana?
B : ngamen, buat beli alat sekolah.
A : kelas berapa?
B : kelas 4
Aku terenyuh mendengar penuturannya dari jawaban-jawaban singkat yang diberikannya untuk setiap pertanyaan yang kuajukan. Bayangan adikku sempat terlintas dalam benakku. Dia sebaya dengan adikku. Dan aku tidak bisa membayangkan jika adikku dalam posisinya. Berjuang mati-matian untuk memperoleh biaya membeli alat tulis. Tapi entah mengapa saat itu mudah sekali setan merasuki pikiranku dan menimbulkan prasangaka lagi padanya. Ini adalah prasangkaku yang ketiga. Aku berpikiran bahwa dia berbohong hanya untuk meraih simpatiku.
                Setelah sampai di pertigaan UIN dan berpisah dengfannya setelah ia mengucap terimakasih, aku melanjutkan perjalanan. Saat ini aku baru menyadari, terlalu banyak prasangka yang sudah aku berikan padanya. Mengapa untuk berbuat baik harus merasa ragu dan terlalu memikirkan berbagai hal yang belum tentu benar. Karena sebuah prasangka tentunya memiliki potensi benar dan salah sama besar. Tapi prasangka buruk tentunya bukan suatu yang baik dan patut dilakukan. Tapi berhati-hati tentu saja perlu, itu pembelaanku pada diriku sendiri. Pada akhirnya aku berpendapat,jika ingin berbuat baik lakukan saja. Jangan terganggu oleh pikiran dan prasangka buruk yang menjadikan kita surut. Alloh pasti tahu apa yang sebenernya menjadi maksud kita.

Semangatmu Membuatku Malu
                “Bagi yang sore ini tidak ada kegiatan dan bersedia meluangkan waktunya untuk mengajar anak panti dipersilahkan bergabung. Karena tenaga pengajar dari kami ada beberapa yang izin juga” itu adalah inti dari kalimat yang diucapkan oleh kepala departemen SOSMAS sebelum acara Monday Active benar-benar ditutup. Hari itu aku tidak pernah terpikir bahwa aku akan pergi bergabung untuk mengajar anak-anak panti asuhan itu karena sebenarnya aku mendapat undangan untuk makan-makan dari teman SMAku. Tapi aku tidak menyesal karena meninggalkan kesempatan itu dan memilih mengajar. Ini pengalaman pertamaku bertemu mereka. Sebelumnya aku belum pernah bertemu mereka.
                Perjalan kesana kulakukan setelah maghrib dan sampai disana menjelang isya’. Saat waktu isya’ telah datang aku menyaksikan mereka, anak-anak putri yang bertempat tinggal di sana. Mereka dengan tertib melakukan sholat isya’ berjamaah. Wajah-wajah mereka menyiratkan kebahagian dan semangat walaupun sedikit tersamarkan oleh sikap malu-malu melihat beberapa orang yang belum mereka kenal.
                Tidak berselang lama setelah isya’, lampu aula dinyalakan dan beberapa anak putri datang ke aula tersebut. Mereka mulai menyusun meja dan kursi yang nantinya akan digunakan untuk belajar. Aku dan teman-temanku tergerak untuk membantu mereka dan ikut menyusun meja yang lain. Setelah meja siap, anak-anak yang lain mulai berdatangan dan duduk di tempat yang mereka inginkan. Mereka boleh menanyakan pelajaran apa saja yang mereka inginkan kepada kami, kakak-kakak dari Fakultas Teknik UGM. 
                Setelah aku amati, ternyata mereka terdiri dari hampir semua tingkatan dari SD sampai SMA. Lengkap. Aku berhadapan dengan anak SMP. Dalam perbincangan kami di sela-sela belajar aku mengetahui bahwa yang dia tanyakan ini sebenarnya bukan tugas. Hanya saja dia memang ingin belajar. Sungguh, malu rasanya aku. Merasa kalah oleh seorang anak yang secara usia lebih muda dariku tapi ternyata memiliki semangat yang lebih baik dariku dalam belajar. Tapi aku bersyukur karena secara tidak langsung aku telah diingatkan olehnya.
                Jarum pendek jam di dinding aula saat itu telah mendekati angka Sembilan. Karena takut terlalu malam sampai di rumah, maka aku memutuskan untuk pamit pulang. Dalam perjalanan aku merenungi sikapku dan sikap anak-anak panti yang bersemangat tersebut. Aku merasa malu karena membiarkan diriku kalah oleh rasa malas. Aku merasa mendapat semangat baru melihat mereka. Aku yang mendapat kesempatan yang lebih baik dari mereka tentunya harus sama semangatnya atau bahkan harus leebih bersemangat dari mereka. Perjumpaan singkat malam itu meninggalkan bekas dan menjadi penyemangat dalam diriku.


hidup ini indah dengan segala polemik dan dinamikanya :)